Memotret sunrise dan sunset (sebenarnya gak ada bedanya dari
sisi fotografi, yang beda cuma sunrise lebih dingin dan sepi daripada sunset,
dan yang satu terbit dan yang lainnya tenggelam he he he). Persiapan yang
dibutuhkan tentunya adalah memeriksa lokasi di hari sebelumnya, arah matahari
dan sebagainya. Peralatan utama yang dibutuhkan adalah kamera, tripod, dan
senter.
Setelah tiba dilokasi, hal yang pertama dilakukan tentunya
mencari lokasi yang bagus dan aman untuk memotret. Setelah ketemu, baru pasang kamera
di tripod. Kalau bisa jangan kebalikannya, kalau keburu pasang tripod dulu
biasanya kita sudah malas bergerak mencari posisi yang lebih bagus.
Mode dan setting exposure
kamera
Mode kamera yang saya gunakan adalah mode manual (M). Pastikan
AUTO ISO dalam kondisi OFF. Rugi dong, kalau ternyata AUTO ISO kamera memilih
ISO yang terlampau tinggi karena mendeteksi pencahayaan yang gak begitu terang.
Setelah itu saya akan set ISO rendah, sekitar 100/200 (tergantung kamera masing-masing).
Dengan ISO rendah, kualitas fotonya paling bagus 🙂
Bukaan favorit saya adalah sekitar f/8 sampai f/16. Dengan bukaan yang relatif kecil, ruang tajam menjadi besar dan pemandangan yang luas bisa tajam semua. Setelah itu, saya tinggal atur shutter speed sampai lightmeter jatuh di titik nol saat saya menekan setengah tombol shutter/jepret. Biasanya shutter speed akan jatuh lebih lambat dari satu detik sesaat sebelum matahari terbit.
Untuk fokusnya, saya
mencoba autofokus, tapi kalau langit masih gelap dan kamera gagal mengunci fokus,
saya akan set lensa/kamera ke manual fokus, dan mengunakan live view (komposisi
dengan layar LCD) dan kemudian mencari fokus dengan memutar barrel
fokus di lensa.
Lalu saya akan
mengambil test shot, kalau terlalu terang atau gelap, saya akan
ganti nilai shutter speednya supaya hasilnya sesuai keinginan saya. Asyiknya
kamera digital jaman sekarang memberikan hasil foto langsung di layar LCD jadi
tidak ada salahnya mencoba-coba setting yang berbeda-beda.
Idealnya mengunakan self-timer atau exposure
delay supaya saat kita menekan tombol shutter, kamera tidak goyang dan
hasil foto tajam. Remote dan cable release, dua aksesoris pembantu dapat
membantu.
Kalau pemandangannya mencakupi sesuatu yang bergerak, contohnya
ada orang seperti nelayan, fotografer, satwa, dll, maka shutter speednya gak
boleh terlalu lambat (lebih dari satu detik) karena subjek yang bergerak itu
akan tidak tajam. Kalau bisa, kita gunakan shutter speed cukup cepat, contohnya
1/15 detik atau kalau bisa 1/100 detik lebih ideal lagi. Untuk mendapatkan
shutter speed cepat tanpa membuat hasil foto gelap, naikkan nilai ISOnya.
Filter atau tidak?
Filter seperti GND (graduated neutral density) biasanya
digunakan untuk menyeimbangkan pencahayaan langit dan bumi saat sunset dan
sunrise. Saya sendiri sukanya tidak mengunakan filter GND dan membiarkan bagian
foreground gelap/siluet. Supaya kesannya lebih alami dan bentuk-bentuknya lebih
menonjol. Alasan lain adalah tanah di tepi danau itu kotor, banyak sampah
plastik bekas turis 🙁 Dan alasan lainnya, filter GND repot dipasang dan yang
berkualitas tinggi cukup mahal dan mudah rusak.
Alternatif lain jika ingin
langit dan buminya seimbang yaitu mengaktifkan fitur yang dinamakan Active
D Lighting (Nikon), Auto lighting optimizer (Canon).
Ada juga kamera yang kini memiliki fitur Built-in HDR. Saat fitur
ini aktif, kamera akan otomatis membuat dua gambar dan menggabungkannya
langsung menjadi satu.
Cara lainnya yaitu membuat dua atau lebih dari dua foto yang
terang gelapnya berbeda-beda lalu menggabungkannya dengan software pengolah HDR
seperti Photomatix atau Photoshop CS. Saat mengunakan teknik HDR, kita
wajib mengunakan tripod supaya foto akhir tidak berbayang dua.
Keterangan foto di atas
Foto diatas saya buat saat tur fotografi di daerah Pangalengan,
Jawa Barat. Pagi-pagi sekitar jam 5.30 WIB. Saat ini biasanya disebut twilight
hour / blue hour, menjelang matahari terbit. Secara komposisi saya mencoba
membuat komposisi yang seimbang dengan adanya dua pohon disebelah kiri dan
kanan. Siluet fotografer dan perahu diseimbangkan dengan dua perahu di sebelah
kanan. Lensa lebar digunakan untuk membuat kesan luas berdimensi.
ISO 200, f/8, 1/2 detik, 16mm, kamera full frame (10mm untuk
kamera bersensor APS-C), krop dengan aspek rasio 16:9
Saya mengunakan ISO 200 supaya saya bisa mendapatkan shutter
speed 1/2 detik, cukup supaya orang-orang ditepi danau tidak blur, dan kualitas
foto masih terjaga.
Keterangan foto dibawah
Foto dibawah kondisi sudah sangat gelap karena matahari sudah
tenggelam sekitar jam 18.15. Untuk membekukan gerakan nelayan yang sedang
menjala ikan, saya mau gak mau harus pakai shutter speed tinggi. Caranya saya
naikkan ISO ke 6400 kemudian gunakan bukaan terbesar, yaitu f/1.4. dan dari dua
setting tersebut, saya mendapatkan shutter speed 1/125 detik. Lumayan untuk
membekukan subjek foto.
Selain nelayan, saya memasukkan elemen foreground yaitu pohon di
tepi waduk Jatiluhur. Lampu-lampu kuning dan refleksinya dari seberang waduk
yang memberikan efek visual tambahan yang menurut saya cukup menarik.
ISO 6400, f/1.4, 1/125 detik, 85mm (di full frame, kira-kira
60mm di sensor APS-C), krop dengan aspek rasio 16:9
Infofotografi secara
rutin menyelenggarakan pelatihan dasar fotografi, pengenalan kamera, dan tur
fotografi untuk mengasah ilmu dan praktis. Tempat terbatas dan
sering terisi penuh dari jauh hari. Jangan lewatkan kesempatan belajar
bersama-sama.
Sumber: http://www.infofotografi.com/blog/2013/07/teknik-foto-sunrise-sunset-twilight-setting-kamera/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar